Allah…
aku tahu aku hanyalah hamba-Mu yang dhoif,
Aku hanya bisa berencana,
Engkaulah yang menentukan
segalanya,
Namun jika aku boleh berharap,
Aku ingin rencanaku bisa
terlaksana,
Aku ingin menggapai impian dan
cita-citaku,
Aku tahu pasti akan ada rintangan
dan hambatan yang akan aku lalui,
Satu pintaku, aku mohon kuatkanlah
aku,
Berikanlah aku kesabaran dalam
menghadapi segala ujian-Mu,
Berikanlah aku kemantapan hati
bahwa ini adalah langkah yang harus kujalani,
Sampai mimpi itu aku gapai,
Yakinkanlah niat tulus ini,
Karena aku yakin Engkau tak akan
pernah membiarkan hamba-Mu bersedih,
Aku akan terus bermimpi, karena
Engkau akan memeluk mimpi-mimpiku…
Xxx
Mimpi.
Setiap individu punya hak untuk bermimpi. Bahkan Andrea Hirata pernah
mengatakan di dalam novelnya: Bermimpilah,
karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Oleh karena itu, di sinilah aku
berada sekarang, di perantauan, di kota asing demi tujuan satu. Menggapai
mimpiku.
Aku
bukan orang kaya, aku berasal dari keluarga sederhana. Ayahku hanya pedagang
kecil-kecilan, ibuku hanya ibu rumah tangga. Namun aku punya satu tekad,
keteguhan hati, dan niat untuk meraih asa. Ketika lulus dari SMA, ketika
teman-temanku sudah sibuk dengan pendaftaran di berbagai universitas, aku hanya
tersenyum pilu. Sedih, kecewa, rasa putus asa pernah menghantuiku. Aku sedih
karena aku tak bisa meneruskan pendidikanku. Aku kecewa kenapa pemerintah tidak memperhatikan
nasib generasi muda sepertiku yang ingin terus menuntut ilmu. Aku pun pernah
merasa putus asa mungkin mimpiku ini hanya khayalan dan bunga tidur belaka.
“Ya
Rabb, jika aku boleh meminta, aku hanya ingin terus belajar, aku ingin
menggapai mimpiku, aku ingin membahagiakan kedua orangtuaku.” Rintihku di
setiap doaku.
Allah
tak pernah tidur. Allah pasti mendengar doa hamba-Nya. Namun Allah punya cara
sendiri untuk memberikan apa yang kita mau. Ya. Aku memang belum bisa
melanjutkan kuliah. Tapi bagaimanapun azzam ini sudah terpatri kuat dalam dada.
Aku harus kuliah. Aku harus bisa bangkit dari keterpurukanku, maka aku
memutuskan bekerja. Mencari dana untuk membiayai kuliahku.
Xxx
“Kamu
kuat ya Nis. Pagi bekerja, malam kuliah. Begitu setiap hari. Kalau aku, sudah
remuk badanku.” Kata Salsa ketika kami sedang istirahat di kantin kampus.
“Ya
inilah satu-satunya jalan Sa agar aku bisa mencapai cita-citaku. Aku ingin
menjadi pendidik yang dengan ikhlas mengabdi demi anak didikku nanti.”
“Terkadang
memang banyak teman-teman kita di luar sana yang juga ingin kuliah, namun
keadaan yang belum mengijinkan.”
“Nah
itulah makanya kita harus pandai-pandai bersyukur. Kamu yang tak perlu
mengeluarkan keringat demi terus kuliah. Hanya fokus kepada pelajaran saja. Aku
pun harus bisa bersyukur karena aku masih bisa kuliah meskipun harus dengan
cara membanting tulang. Kita harus saling menguatkan Sa. Karena perjalanan kita
ke depan masih sangat jauh. Kita baru semester empat. Baru separuh perjalanan.”
“Iya
Nis. Sudah banyak kawan-kawan kita berguguran satu demi satu karena tak kuat dengan
cobaan yang dihadapi. Jangan sampai cita-cita kita pun kandas di tengah jalan.”
“Benar.
Hanya azzam dan keteguhan hati yang bisa menghadapi berbagai cobaan yang
datang. Ayo kita sama-sama berjanji, kita masuk kuliah bareng, maka wisuda
nanti pun kita harus bareng.” Aku memberikan jari kelilingku lalu disambut oleh
Salsa.
“Aku
janji.” Katanya dengan tersenyum. Lalu dia melanjutkan, “Nisa sudah ada rencana
setelah kita lulus dari LEPISI ini?”
Aku
sejenak terdiam.
“Ada
satu tempat yang aku impikan Sa. Aku berharap suatu hari nanti aku bisa ke sana.
Meneruskan jejak mimpiku.” Kataku dengan tatapan jauh ke depan.
“Di
mana itu Nis?”
“Di
Al-Azhar, Mesir.” Jawabku dengan mantap.
“Subhanallah.
Kamu sudah berpikir sejauh itu Nis. Kalau aku malah belum punya rencana
apapun.”
“Kau
tahu tidak sejarah peradaban Mesir, bahwa Universitas Al-Azhar adalah
universitas Islam tertua di dunia dan terlengkap untuk belajar hukum Islam.
Jika di sini aku mendalami bahasa Inggris untuk memudahkanku berkomunikasi di
sana, maka aku ingin menambah ilmu agamaku di Al-Azhar. Aku ingin menjadi
teladan yang baik untuk murid-muridku. Dan di Al-Azhar itulah aku yakin tempat
yang pas untuk aku menimba ilmu.”
“Tapi
di daerah sini pun banyak Universitas Islam yang bagus Nis. Apa tidak terlalu
jauh jika harus ke Mesir?” saran Salsa.
“Kamu
benar. Namun bukan hanya karena tempat menimba ilmunya saja yang bagus di
Mesir, akan tetapi Mesir itu adalah Negara yang punya banyak sekali
tempat-tempat kuno dan menarik untuk kita kunjungi. Yang pertama adalah salah
satu dari keajaiban dunia dan menjadi kebanggaan Mesir, yaitu Patung Sphinx
yang berbentuk setengah manusia setengah singa dengan panjangnya sampai 73,5
meter dan tinggi 20 meter. Letaknya satu area dengan Pyramid of Giza, di kota
Kairo, sebelah barat sungai Nil. Dengan mengunjunginya kita akan mendapatkan
banyak ilmu dan hikmah tentang kisah Fira’aun dan Nabi Musa.”
“Kedua,
aku ingin merasakan indahnya kota Alexandria (Iskandariyah), karena kota ini
terkenal dengan suasananya yang romantis. Di dalam kota ini juga terdapat
banyak bangunan tua, seperti istana, masjid, dan perpustakaan tua dengan
arsitektur ala Persia. Dan pastinya juga di sana ada banyak pantai, seperti
pantai Qaibay dan Pantai Montaza. Pokoknya Alexandria is beautiful.” Salsa manggut-manggut sok ngerti.
“Jadi
pengen kesana ya Nis.” Aku pun mengangguk.
“Iya
pastinya Sa. Kita juga bisa mengambil pelajaran dari keajaiban Allah yang bisa
menghadirkan sungai Nil di antara daratan yang tandus. Coba kita bayangkan jika
tidak ada sungai Nil di sana, pasti Mesir hanyalah gurun pasir yang panas dan
gersang. Oleh karena itu, kehadiran sungai Nil sangat berarti bagi penduduk di
sana. Sungai Nil bisa membuat tanah di sekitarnya menjadi subur dan penduduk
Mesir bisa mengembangkan pertanian.”
“Allah
Maha Kuasa ya Nis. Memang benar katamu. Mesir itu harus kita kunjungi. Kamu
hebat bisa tahu lebih banyak tentang Mesir.” Kata Salsa dengan mata berbinar.
“Sekarang
kan lewat media apapun bisa kita gunakan untuk menimba ilmu Sa. Makanya jangan kerjaannya
cuma chattingan saja, sekali-kali
tambah wawasan.” Ledekku.
Salsa
pura-pura cemberut. “Kan gak keseringan juga chattingannya Nis. Hehehe…” dia
berkilah. “Tapi, aku doakan mudah-mudahan impianmu segera terwujud ya. Jangan
lupa ajak aku pula ikut ke sana.” Lanjutnya.
“Aku
mohon doanya ya Sa. Karena aku yakin Allah itu Maha Mengetahui. Allah itu
mendengar pembicaraan kita. Namun, Allah menunggu waktu yang tepat untuk
memberikan kado terindah untuk hamba-Nya.”
“Aamiin.
Mari kita terus bermimpi!” Salsa berkata lantang. Aku membalasnya dengan senyum
tulus.
“Lalu,
setelah kamu mendengar mimpiku, sudah terbersit di dalam benakmu, apa
impianmu?” aku bertanya padanya.
“Aku
belum berani bermimpi sepertimu Nis. Aku masih terlalu takut untuk berkhayal. Namun yang pasti selepas lulus S1,
aku akan terus melanjutkan S2. Walaupun bukan di luar negeri, aku berharap aku
bisa meneruskan kuliah di UI.” Kata Salsa dengan tersenyum.
“UI
juga tempat yang sangat pantas untuk kita menimba ilmu. Walaupun sekarang kita
hanya bisa kuliah di perguruan tinggi swasta, kita jangan malas-malasan. Justru
dari sinilah kita harus memantapkan diri untuk mengukir prestasi, karena di
luar sana pasti banyak beasiswa menanti.” Salsa pun mengangguk mengiyakan.
Lalu
lanjutku, “Coba lihatlah langit di atas sana, banyak bintang-bintang yang
menjadi saksi mimpi kita. Dan bila suatu hari mimpi kita telah terwujud, maka
ingatlah selalu momen kita saat memandang bintang di langit sebagai saksi mimpi
kita.”
“Iya
Nis.”
Kami
pun saling tersenyum bahagia.
Allah.
Genggam erat mimpiku dan mimpi Salsa. Biarkan kami tetap merangkulnya dalam
ingatan kami. Jika suatu saatnya tiba, aku harap Engkau akan menaburkan
mimpi-mimpi kami pada saatnya yang tepat. Aku yakin Engkau tak akan biarkan
kami kecewa.
Mesir.
Tunggu aku menjejakkan kakiku di tanahmu. Entah itu kapan tiba masanya, aku tak
akan pernah berhenti berdoa dan berusaha. Sama seperti yang akan Salsa lakukan
untuk mewujudkan mimpinya. Karena di dalam dada kami terus bergemuruh gejolak
mimpi yang tetap bersinar.
Xxx
Bagus bingiit kaka menginspiras
BalasHapus