Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi
Menulis Cerpen “Awesome Journey” yang diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan
Nulisbuku.com
“Belitung
nan Indah”
Oleh:
Agustin Azzahra
Belitung,
atau Belitong (bahasa setempat, diambil dari nama sejenis siput laut), dulunya dikenal sebagai Billiton
adalah sebuah pulau di lepas pantai timur Sumatra, Indonesia, diapit oleh Selat Gaspar dan Selat Karimata.
Pulau ini terkenal dengan lada
putih (Piper sp.) yang dalam bahasa setempat disebut sahang, dan
bahan tambang tipe galian-C seperti timah putih (Stannuum), pasir
kuarsa, tanah liat putih (kaolin), dan granit. Serta akhir-akhir ini menjadi
tujuan wisata alam alternatif. Pulau ini dahulu dimiliki Britania Raya (1812),
sebelum akhirnya ditukar kepada Belanda, bersama-sama Bengkulu, dengan Singapura dan New Amsterdam (sekarang bagian kota New York). Kota utamanya adalah Tanjung Pandan.
Pulau
Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Belitung,
beribukota di Tanjung Pandan,
dan Belitung Timur,
beribukota di Manggar.
Sebagian
besar penduduknya, terutama yang tinggal di kawasan pesisir pantai, sangat
akrab dengan kehidupan bahari yang kaya dengan hasil ikan laut. Berbagai olahan
makanan yang berbahan ikan menjadi makanan sehari-hari penduduknya. Kekayaan
laut menjadi salah satu sumber mata pencaharian penduduk Belitung. Sumber daya
alam yang tak kalah penting bagi kehidupan masyarakat Belitung adalah timah.
Usaha pertambangan timah sudah dimulai sejak zaman Hindia Belanda.
Penduduk
Pulau Belitung terutama adalah suku Melayu (bertutur dengan dialek Belitung)
dan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka.
Aku
adalah satu di antara ribuan orang yang beruntung bisa datang ke tempat ini.
Sahabat penaku, Sahara namanya, mengajakku berlibur di tanah kelahirannya di
Belitung, tepatnya di Tanjung Pandan. Pertemananku dengannya pun awalnya tidak
sengaja. Hobi kami yang sama, yaitu menulis membuat kami menjadi akrab di dunia
maya. Kami saling bertukar pikiran di sosial media. Dia sering bercerita
tentang keindahan alam tempat tinggalnya, membuatku kagum dan berimajinasi
sendiri bagaimana rasanya jika tinggal di sana. Aku hanyalah tinggal di kota
Tangerang yang dikelilingi oleh ribuan pabrik yang membuat sesak nafasku. Oleh
karena itu ketika ada waktu libur kuliah, aku putuskan untuk berlibur ke sana.
Xxx
Minggu
pagi yang cerah. Secerah hatiku saat ini. Aku menghirup udara Belitung yang
segar. Imajinasiku menjadi kenyataan. Aku akan berpetualang di sini,
berkeliling semua tempat wisata yang menjadi lokasi syuting film “Laskar
Pelangi”.
“Assalamu’alaikum
Zahra, selamat datang di kota kecilku tercinta.” Sahara tersenyum dan memelukku
erat.
“Wa’alaikumsalam
Sahara, iya. Aku bahagia sekali bisa datang ke sini.” Kataku sambil membalas
pelukannya.
Sahara
pun mengajakku pulang ke kediamannya. Dari Bandar udara H.A.S Hanandjoeddin
atau dikenal juga dengan nama Bandar udara Buluh Tumbang, tempat kami berada
sekarang, hanya memerlukan waktu 15 menit untuk sampai ke rumahnya.
Aku
disambut dengan hangat oleh keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu, dan tiga
orang adiknya. Sahara adalah anak tertua di antara saudaranya.
“Selamat
datang di rumah kami, nak. Mudah-mudahan nak Zahra kerasan berlibur di sini.”
Ibu Sahara menyambutku dengan senyuman hangat.
“Silakan
nikmati panorama alam pulau Belitung ini. Banyak tempat-tempat wisata yang
harus dikunjungi. Nanti kalau Bapak ada waktu libur, Bapak antar berkeliling ke
sudut-sudut pulau.” Bapak Sahara menimpali.
Aku
begitu terharu. Sambutan Sahara dan keluarganya begitu hangat, membuatku merasa
seakan kerabat dekatnya.
“Terima
kasih, Pak, Bu, saya jadi merepotkan keluarga di sini.”
“Tidak,
sama sekali tidak. Kami senang ada teman Sahara yang mau berkunjung ke tempat
kami.”
“Ya
sudah Pak, Bu, biarkan Zahra istirahat terlebih dahulu. Dia sudah lelah
beberapa jam perjalanan.” Sahara menyudahi percakapanku dengan kedua
orangtuanya.
“Baiklah.
Antar ke kamarmu, Sa. Jangan sungkan-sungkan ya nak. Anggap saja di rumah
sendiri.”
“Iya
Bu. Terima kasih.” Jawabku. Sahara pun mengajakku ke kamarnya.
“Istirahatlah.
Hari sudah senja. Besok akan aku ajak kau berpetualang menjelajah ke pelosok
pulau Belitung ini seharian.”
“Iya
Sa. Aku sudah tak sabar rasanya. Dari rumahmu saja aku sudah merasakan seperti
berada di film Laskar Pelangi. Orang-orang di sini sungguh ramah.”
Sahara
tersenyum. “Aku yakin kau akan merasa takjub melihat panorama alam di sini.
Nanti malam kita ke luar rumah. Pemandangan di malam hari pun sangat indah.”
“Benarkah?
Aku jadi penasaran.”
“Iya.
Baiklah, kau sekarang tidur saja. Nanti aku bangunkan lagi.” Aku pun
mengangguk.
Xxx
“Ra,
bangun. Sholat dulu, lalu makan. Di luar sudah gelap. Ada pemandangan yang
indah.”
Aku
menggeliat. Rasanya nyaman sekali tidur di tempat yang hening tanpa ada suara
bising kendaraan yang lalu-lalang. Kuhirup udara malam yang segar. Aku
bersyukur bisa diberi kesempatan merasakan indahnya alam ciptaan Tuhan.
Setelah
sholat dan makan, Sahara mengajakku keluar rumah. Kami duduk di depan teras
rumah Sahara yang berbentuk panggung. Subhanallah. Aku benar-benar takjub
melihat pemandangan di depan mata. Ribuan kunang-kunang berterbangan. Suara
jangkrik bersahutan. Seperti berada di hutan belantara. Lalu, Sahara menunjuk
ke langit.
“Zahra,
lihat ke langit. Ribuan bintang berkelap-kelip begitu indahnya.” Sahara tampak
antusias.
“Ya
Rabb, indah sekali. Bintang-bintang itu membentuk suatu garis-garis yang indah,
tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.” Kataku dengan takjub.
“Iya
Ra. Jangan lupa kita harus menuliskan jejak langkah pertemuan kita ini ke dalam
sebuah karya.”
“Pasti
Sa. Momen berharga ini jangan disia-siakan begitu saja. Harus kita abadikan ke
dalam tulisan agar anak-cucu kita kelak bisa mengetahuinya.” Sahara pun
mengangguk mengiyakan.
Aku
pun menikmati malam pertamaku di pulau Belitung ini dengan perasaan bahagia tak
terperi.
Xxx
Keesokan harinya aku dan Sahara memulai petualangan kami. Kami memulainya dari lokasi yang dekat dengan tempat tinggal Sahara. Setelah berpamitan kepada kedua orangtuanya, kami berangkat dengan menggunakan sepeda motor. Sahara yang menyetir. Sepanjang jalan tak henti-hentinya aku bertasbih melihat pemandangan alam di kanan-kiri jalan. “ Ini namanya hutan kerangas.” Kata Sahara. Lalu Sahara menjelaskan panjang lebar. Hutan kerangas adalah hutan yang tumbuh di atas pasir kuarsa yang memiiki pH rendah dan miskin nutrisi. Vegetasi yang khas pada hutan kerangas adalah sapu padang (Baeckea frutescens), ketakong/kantong semar (Nepenthes gracilis), drosera (Drosera burmanii), pelawan (Tristaniopsis obovata), ulin (Eusideroxylon zwagerii), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan kucai padang (Fimbristylis sp.). Beberapa tanaman yang hidup di hutan kerangas Belitung juga memiliki khasiat sebagai tanaman obat sehingga pengrusakan yang sangat tidak bertanggung jawab oleh pelaku penambangan timah memiliki dampak yang sangat buruk bagi biodiversity dan sosial kemasyarakatan.
Setelah dua puluh menit berkendara, sampailah kami ke tempat yang dituju, yaitu Batu Mentas yang berada di kaki gunung Tajam. Aku hanya bisa mengucapkan tasbih melihat begitu indahnya pemandangan yang aku lihat.
“Ada apa saja di Batu Mentas ini Sa?” tanyaku penasaran.
“Ayo, ikut aku berkeliling. Akan aku jelaskan secara terperinci kepadamu. Itung-itung jadi tour guide sehari nih. Hehehe…” candanya. Aku pun ikut tertawa mendengarnya.
“Dengarkan ya Ra. Batu Mentas ini memiliki potensi yang luar biasa sebagai sebuah destinasi wisata terpadu. Di dalam Batu Mentas ini terdapat keindahan alam, yaitu sungainya yang jernih, hutannya yang masih lebat, serta keunikan flora dan faunanya.”
Kami pun berkeliling menikmati keindahan alam di sini. Ternyata di dalam objek wisata ini ada kehidupan masyarakat lokal yang menempati wilayah di sekitar Batu Mentas ini.
“Apa mata pencaharian penduduk lokal di sini Sa?” tanyaku.
“Mereka kebanyakan berkebun nenas dan tanaman lada, namun ada juga yang membuat kerajinan anyaman serta rotan.”
“Masyarakat di sini pun masih memiliki keunikan seni budaya berupa tarian Sambut yang merupakan tarian khas Belitung untuk menyambut para tamu istimewa.”
“Apakah aku termasuk tamu istimewa?” kataku sambil tersenyum.
“Haha, mungkin?” Sahara malah tertawa.
Lalu Sahara melanjutkan, “Pada Maret 2012 lalu telah dilakukan Soft Launching oleh KPLB (Kelompok Peduli Lingkungan Belitung) bersama GEF (Global Environment Program) untuk “Sanctuary Tarsius dan Wisata Alam Batu Mentas.” Dalam perjalanannya, berbagai aktivitas pengayaan terus dilakukan untuk menuju sebuah cita-cita besar yaitu menjadikan Batu Mentas sebagai “Wild Life Sanctuary.” Wild life Sanctuary merupakan taman suaka bukan hanya untuk Tarsius Bancanus Saltator (atau dalam bahasa lokal Belitung dikenal dengan “pelilean”), namun juga berbagai flora dan fauna yang sudah terancam punah dan langka seperti Pelanduk, Burung Siaw, Tupai Kelaras, serta tanaman hutan seperti Nibong Palay, Simpor Laki, Pelawan, Rukam, Sisilan, dan lain-lain. Harapan ini merupakan dorongan peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat khususnya yang berada di sekitar lokasi Batu Mentas dan umumnya untuk menambah variasi dan kualitas desitinasi wisata Belitung.”
“Oh, syukurlah. Memang yang harus pemerintah dan masyarakat lakukan adalah menjaga dan melestarikan flora dan fauna yang terancam punah.”
“Benar. Dan berbagai fasilitas yang ada di Batu Mentas sekarang ini yaitu Outbond Area, Penangkaran Tarsius Bancanus Saltator, Pemandian alam yang natural, wisata Tubing, Jungle Treking, Restoran dengan konsep makan “bedulang” dan Penginapan Safari Tend dan Tree House.”
“Ayo, kita kunjungi semua fasilitas yang ada di Batu Mentas ini.” Kataku bersemangat.
Seharian kami berada di objek wisata Batu Mentas ini. Aku mendapatkan begitu banyak ilmu dari tempat ini. Ketika senja telah menampakkan dirinya, kami pun beranjak pulang.
Xxx
Hari terakhir di Belitung. Aku sedih. Rasanya aku ingin selamanya tinggal di sini. Ah, tapi tak mungkin. Aku manfaatkan sisa waktuku yang tinggal sehari untuk berpetualang kembali bersama Sahara. Setelah puas seharian di Batu Mentas kemarin, hari ini Sahara akan mengajakku berkunjung ke lokasi syuting film “Laskar Pelangi”. Di mana itu? Di pantai Tanjung Tinggi.
Pantai Tanjung Tinggi terletak 30 kilometer dari kota Tanjung Pandan. Pantai yang biasa disebut Pantai Bilik oleh warga lokal ini memiliki keindahan yang sangat mempesona. Letak Pantai Tanjung Tinggi juga tidak jauh dari pantai Tanjung Kelayang di Desa Keciput, Kecamatan Sijuk. Pantai Tanjung Tinggi memiliki pasir pantai yang berwarna putih bersih yang menghampar sepanjang 100 meter.
Aku merasakan hawa sejuk udara
pantai. Kami menyusuri sudut-sudut pantai dengan riang gembira. Sepanjang
pantai, Sahara bercerita panjang lebar tentang pantai Tanjung Tinggi ini. Ciri khas pantai yang diapit oleh 2
semenanjung ini adalah adanya batu-batu granit besar yang berada di tepi pantai
tersebut. Batu-batu inilah yang membuat pantai Tanjung Tinggi begitu indah dan
menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan bahkan para sineas film tertarik
dan mengambil gambar di pantai ini. Di sini pengunjung bisa bermain atau
menaiki batu-batu raksasa tersebut sambil berpose untuk diabadikan dalam foto.
Memang dengan latar dan "properti alam" berupa batu-batu besar itu,
hasil foto akan tampak lebih indah dan eksotis.
“Aku ingat Sa. Di atas batu-batu
granit ini, para anggota Laskar Pelangi berdiri dengan penuh semangat menatap
langit yang berlatar lukisan indah Pelangi.
Mereka begitu antusias menatap masa depan mereka, mimpi dan harapan
mereka.”
“Aku ingat Sa. Di atas batu-batu granit ini, para anggota Laskar Pelangi berdiri dengan penuh semangat menatap langit yang berlatar lukisan indah Pelangi. Mereka begitu antusias menatap masa depan mereka, mimpi dan harapan mereka.”
“Benar sekali. Lantas, apa mimpimu Ra?” tanyanya.
“Mimpiku menjadi penulis hebat seperti Andrea Hirata. Dia mampu memberikan inspirasi dan motivasi kepada semua orang lewat karya-karyanya yang hebat. Kata-katanya selalu terngiang di pikiranku. Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu.”“Hebat. Aku sependapat denganmu Ra. Mari kita bersama-sama bermimpi untuk menjadi penulis yang membagikan ilmu dan inspirasi kepada siapapun yang membaca karya kita.”“Mari kita abadikan juga dalam foto untuk kenang-kenangan.”“Boleh-boleh.” Kami pun tertawa bersama.“Mau lihat keanekaragaman flora dan fauna di laut?” Sahara bertanya padaku.“Mau sekali. Bagaimana caranya?”“Kamu bisa menyelam atau berenang?”“Aku tak bisa.”“Baiklah, kita sewa perahu saja.” Aku pun mengiyakannya.Aku tak henti-hentinya mengucap syukur kepada-Nya. Pemandangan bawah laut sungguh menakjubkan. Air laut yang jernih, terumbu karang yang menghampar, berbagai jenis ikan yang berjalan ke sana ke mari dengan begitu indahnya. Ah, sungguh tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.Akhirnya setelah puas menikmati indahnya panorama di Pantai Tanjung Tinggi, kami pun pulang.Xxx |
Belitung. Hanya satu kata yang
dapat aku lukiskan: indah. Aku berdoa mudah-mudahan Allah menakdirkanku kembali
untuk datang ke sini.
Perpisahanku dengan Sahara
sungguh membuatku sedih. Aku sudah menganggapnya seperti saudaraku sendiri.
Rasanya sulit untuk berpisah dengannya.
“Terima kasih Sa atas kebaikanmu
menampungku di sini selama tiga hari.”
“Tak perlu mengucapkan terima
kasih Ra. Aku senang sekali bisa bertemu denganmu. Mudah-mudahan di lain waktu,
kita bisa bertemu kembali.”
“Hati-hati di jalan nak. Maaf
jika kami tidak memperlakukanmu dengan baik selama kau berlibur di sini.” Ibu Sahara
menimpali.
“Tidak bu. Saya yang harus
berterima kasih atas kebaikan bapak dan ibu. Maaf juga jika saya banyak
merepotkan kalian.”
Tak terasa air mataku mengalir.
Kupeluk erat Sahara. Banyak sekali pengalaman yang aku rasakan selama
petualanganku di Belitung. Akan aku tuliskan semua peristiwa yang aku alami
termasuk objek wisata yang belum begitu dikenal banyak orang. Akan aku
perkenalkan Belitung yang indah dengan keanekaragaman flora dan faunanya yang
wajib kita jaga dan lestarikan, agar suatu saat jika aku kembali ke sini lagi,
Belitung tetap kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan panorama alam yang
indah.
I
think this is the awesome journey that I ever do with my bestfriend!
Xxx
PROFIL PENULIS
Namaku Agustini. Nama penaku
Agustin Azzahra. Aku tinggal di Perum Taman Raya Rajeg blok E5 no 9 rt 12 rw 5
Desa Mekarsari Kecamatan Rajeg Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Saat ini
aku sedang menimba ilmu di Perguruan Tinggi Lepisi jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris, semester dua. Karya-karyaku telah dimuat dalam buku-buku antologi
cerpen dan puisi. Sahabat bisa menghubungiku dengan no KTP: 3207315208910002,
akun fb: tini dwi agustin, twitter: @tiniDwiAgustin1, email: agustinazzahra@gmail.com, atau no
hp: 087771265091.
maaf mba. ada salah penulisan nama mba. cerita kedua paragraf k 8.. coba mba bca lg deh mba. hehe :-)
BalasHapuskamu fokus banget ya lihatnya? memang aku juga sadar ada yang salah ketik. tapi sekarang udah aku perbaiki. ^_^
BalasHapusHaha ngeh ajah mba :-) abisnya seneng bgt bacanya mba jd hrs fokus biar k bwa khayalanku jg :-D
BalasHapus